Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria memberikan batasan penguasaan atas tanah dengan alas hak milik. Pembatasan ini diberikan bagi Warga Negara Asing. Undang-Undang secara limitatif hanya memberikan hak milik bagi Warga Negara Indonesia dan badan hukum tertentu yang diatur dalam Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963.
Undang-Undang Pokok Agraria secara tegas melarang WNA untuk memiliki kepemilikan hak milik bahkan dalam pasal 21 ayat (4) juga melarang orang dengan warga kewarganegaraan selain kewarganegaraan Indonesia untuk ikut menguasai tanah dengan alas hak milik.
Lalu, kapan seseorang dikatakan memiliki kewarganegaraan lain atau yang biasa disebut kewarganegaraan ganda? Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menganut pengakuan kewarganegaraan berdasarkan beberapa asas yaitu:
Asas Ius Sanguinis: Pengakuan berdasarkan keturunan
Asas Ius Soli: Pengakuan berdasarkan tempat kelahiran
Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Di dalam penjelasan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 sejatinya tidak mengakui kewarganegaraan ganda namun Undang-Undang ini memberikan pengecualian bagi anak yang belum mencapai usia cakap atau belum kawin.
Di dalam pasal 4 Undang-Undang No. 12 No. 2006 menjelaskan bahwa yang termasuk WNI adalah beberapa orang dengan keadaan sebagai berikut, diantaranya:
- anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing
- anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
- anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.
- anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
Dalam pasal 6 ayat (1) kemudian diatur apabila status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak seperti keadaan yang disebutkan sebelumnya, berakibat anak berkewarganegaraan ganda, dan setelah berusia, 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Maka dari itu, status kewarganegaraan anak yang mana secara nomratif dianggap sebagai anak dengan kewarganegaraan ganda, bukan merupakan WNI yang dapat memperoleh hak milik atas tanah.
Perolehan baru dapat dilakukan apabila sang anak sudah memilih salah satu dari kewarganegaraanya, yaitu Kewarganegaraan Indonesia
Comments