Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 204/PMK.04/2017 tentang Toko Bebas Bea (“PMK 204/2017”) jo. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2018 tentang Toko Bebas Bea (“PER-01/2018”) dijelaskan bahwa definisi dari Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbun Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang dan/atau orang tertentu.[1] Pihak yang dapat mendirikan Toko Bebas Bea biasanya disebut sebagai Pengusaha Toko Bebas Bea merupakan badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Bahwa Pengusaha Toko Bebas Bea untuk mendapatkan penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan Izin Pengusaha Toko Bebas Bea harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah atau Menteri c.q. Kepala KPU yang dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan, diajukan melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.[2] Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan kelengkapan dokumen dalam bentuk softcopy berupa hasil scan dari dokumen asli dalam MPDE atau media elektronik lainnya berupa:[3]
a. Profil perusahaan yang memuat informasi paling sedikit mengenai:
1. Perkiraan investasi;
2. Daftar jenis barang yang akan dijual di Toko Bebas Bea;
3. Sistem pengendalian internal (SPI);
4. Sistem pencatatan sediaan barang (IT Inventory); dan
5. Rencana lokasi Toko Bebas Bea yang diusahakan;
b. Bukti kepemilikan atau penguasaan suatu Kawasan, tempat atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas, termasuk didalamnya perjanjian sewa menyewa, apabila tempat yang bersangkutan merupakan tempat yang disewa dari pihak lain;
c. Denah lokasi/tempat yang akan diusahakan oleh Pengusaha Toko Bebas Bea;
d. Surat izin tempat usaha, surat izin usaha perdagangan, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
e. Surat pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagi yang sudah wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
f. Surat keterangan tidak memiliki tunggakan pajak, bea masuk, bea keluar, dan cukai;
g. Dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan sistem informasi persediaan (IT Inventory) dan sistem Closed Circuit Television (CCTV) yang dapat diakses secara realtime dan daring oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak antara lain petunjuk manual atau cetak layar (print screen);
h. Bukti identitas diri penanggung jawab badan usaha berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
i. Angka Pengenal Importir (API);
j. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal Pengusaha Toko Bebas Bea menjual Barang Kena Cukai;
k. Dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan alat pemindai sidik jari elektronik; dan
l. Dokumen yang membuktikan telah mendayagunakan alat pembaca kartu kendali elektronik.
Bahwa terhadap permohonan tersebut, Kepala Kantor Pabean paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap:[4]
a. Melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi;
b. Menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi; dan
c. Meneruskan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi kepada Kepala Kantor Wilayah.
Dalam hal permohonan diajukan kepada Kepala KPU maka Kepala KPU paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap:[5]
a. Melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi; dan
b. Menerbitkan berita acara pemeriksaan lokasi.
Setelah itu, badan hukum dari Pengusaha Toko Bebas Bea yang diwakili oleh Anggota Direksi sebagaimana tercantum di dalam Akta Pendirian Perusahaan harus melakukan pemaparan profil perusahaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU.[6]
Berdasarkan berita acara pemeriksaan lokasi dan rekomendasi atau berita acara pemeriksaan lokasi, dan hasil pemaparan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, sejak diterimanya berita acara pemeriksaan lokasi, rekomendasi, dan hasil pemaparan, untuk Kantor Wilayah atau berita acara pemeriksaan lokasi dan hasil pemaparan, untuk KPU. Jika permohonan tersebut disetujui, maka Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea. Namun jika permohonan tersebut ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan yang menyebutkan alasan penolakan.[7]
Pada tahap akhir, Pengusaha Toko Bebas Bea yang telah mendapatkan keputusan mengenai penetapan tempat sebagai Toko Bebas Bea dan pemberian izin Pengusaha Toko Bebas Bea memberitahukan secara tertulis kesiapan dan rencana memulai operasional Toko Bebas Bea kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Toko Bebas Bea.[8]
Terkait izin-izin yang diperlukan untuk Toko Bebas Bea /Duty Free Shop antara lain:
1. Nomor Induk Berusaha (NIB);
2. Izin tempat usaha;
3. Izin usaha perdagangan termasuk izin usaha perdagangan minuman beralkohol (SIUP- MB);
4. Izin Komersial atau Operasional;
5. Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS);
6. Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP);
7. Angka Pengenal Importir (API);
8. Izin Pengusaha Toko Bebas Bea.
[1] Pasal 1 angka 6 PMK 204/2017 jo. PER-01/2018 [2] Pasal 7 ayat (1) s/d ayat (2) PMK 204/2017 jo. Pasal 7 ayat (1) s/d ayat (3) PER-01/2018 [3] Pasal 7 ayat (3) PMK 204/2017 jo. Pasal 7 ayat (4) PER-01/2018 [4] Pasal 7 ayat (4) PMK 204/2017 jo. Pasal 8 ayat (1) PER-01/2018 [5] Pasal 7 ayat (5) PMK 204/2017 jo. Pasal 8 ayat (2) PER-01/2018 [6] Pasal 7 ayat (6) PMK 204/2017 jo. Pasal 9 ayat (1) PER-01/2018 [7] Pasal 7 ayat (7) s/d ayat (10) PMK 204/2017 jo. Pasal 9 ayat (3) s/d ayat (6) PER-01/2018 [8] Pasal 10 PMK 204/2017 jo. Pasal 11 PER-01/2018
Comments